Top Ad unit 728 × 90

Terbaru

Video

Hoho: Jantung Budaya Nias yang Tak Lekang oleh Waktu


Di tengah hiruk pikuk modernisasi, Pulau Nias menyimpan sebuah permata budaya yang tak ternilai: Hoho. Lebih dari sekadar nyanyian atau syair, Hoho adalah tradisi lisan yang menjadi denyut nadi kehidupan masyarakat Nias, menyimpan sejarah, hukum adat, dan filosofi hidup yang diwariskan turun-temurun. Namun, dengan minimnya dokumentasi, warisan berharga ini menghadapi ancaman serius. Penelitian khusus ini mengupas tuntas Hoho, dari definisi hingga relevansinya di era modern, serta upaya pelestariannya.


Apa Itu Hoho? Lebih dari Sekadar Nyanyian

Hoho adalah bentuk musik vokal yang dinyanyikan secara berkelompok oleh kaum pria Nias dalam gaya bersahut-sahutan (sifagema-gema). Dipimpin oleh seorang sondröli dan direspons oleh sanoyohi, syair-syair puitis ini sarat makna, seringkali menggunakan kiasan yang mendalam. Kata "Hoho" sendiri berarti "angin yang berembus sepoi-sepoi," menggambarkan cara penyampaiannya yang khas dan memikat.   


Hoho bukan sekadar hiburan; ia adalah "arsip hidup" yang dinamis. Narasi Hoho cenderung non-linear, terus berkembang, dan maknanya berlapis, memungkinkan interpretasi yang kaya bagi setiap pendengar.   


Fondasi Filosofis dan Fungsi Multidimensi

Hoho adalah cerminan pandangan dunia masyarakat Nias yang holistik. Di dalamnya terkandung lima nilai budaya utama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, alam, masyarakat, sesama, dan diri sendiri. Hoho juga berakar kuat pada spiritualitas, menyampaikan mitos, sistem keagamaan, dan cerita penciptaan yang membentuk moralitas masyarakat.   


Fungsinya sangat luas, meliputi:

  1. Upacara Adat: Dari pengukuhan bangsawan (Si'ulu) hingga ritual perkawinan (falöwa) dan pemakaman, Hoho selalu hadir sebagai legitimasi dan panduan.   
  2. Hukum Adat: Hoho Famadaya Harimao, misalnya, dinyanyikan saat sidang tokoh adat untuk menetapkan hukum. Fondrakö, hukum adat Nias, juga termuat dalam syair Hoho, lengkap dengan sanksi bagi pelanggarnya.   
  3. Penyebarluasan Pengetahuan: Hoho menjadi media vital untuk menyampaikan ide, nilai, dan kearifan lokal, menjadikannya alat pendidikan yang efektif.   


Hoho di Era Modern: Tantangan dan Adaptasi

Di tengah gempuran modernisasi, Hoho menghadapi tantangan besar. Pergeseran gaya hidup, urbanisasi, dan masuknya agama modern (Kristen dan Islam) telah mengubah persepsi dan peran Hoho, bahkan seringkali dianggap tidak lagi relevan . Penurunan jumlah pewaris tradisi juga menjadi kekhawatiran serius.   


Namun, semangat pelestarian tak pernah padam. Berbagai upaya adaptasi dan revitalisasi terus dilakukan: 

  1. Dokumentasi Digital: Proyek "Suara yang Pulang" menggunakan kecerdasan buatan untuk merestorasi rekaman Hoho lama, memungkinkan generasi kini menikmati warisan leluhur dengan kualitas terbaik.
  2. Edukasi: Nilai-nilai luhur dalam Hoho diusulkan untuk diintegrasikan sebagai muatan lokal di sekolah, menjembatani tradisi dengan pendidikan formal.   
  3. Inkulturasi Agama: Ada upaya untuk mengintegrasikan Hoho ke dalam ibadah Kristen melalui pendekatan dynamic equivalence, memastikan relevansi budaya tanpa mengorbankan substansi teologis.
  4. Pariwisata Budaya: Hoho dikembangkan melalui pertunjukan sebagai daya tarik pariwisata budaya di Nias Selatan, menjaga keberlanjutannya.   
  5. Pengakuan Nasional: Hoho telah resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia pada tahun 2021, sebuah langkah penting dalam perlindungan di tingkat nasional .


Melindungi Warisan Takbenda

Meskipun Hoho telah diakui secara nasional dan memiliki akar kuat dalam hukum adat Fondrakö, implementasi perlindungan hukum positif di Indonesia masih menghadapi tantangan . Diperlukan kerangka hukum yang lebih spesifik dan efektif untuk melindungi kekayaan intelektual komunal Hoho dari klaim eksternal dan erosi internal .


Hoho adalah bukti nyata kekayaan budaya Nias yang tak lekang oleh zaman. Dengan upaya kolaboratif antara pemerintah, komunitas adat, dan dukungan teknologi, Hoho dapat terus hidup, beradaptasi, dan menginspirasi generasi mendatang, menjadi sumber identitas dan kebanggaan yang abadi.

Hoho: Jantung Budaya Nias yang Tak Lekang oleh Waktu Reviewed by AMAEDOLA on Juli 01, 2025 Rating: 5

Tidak ada komentar:

All Rights Reserved by AMAEDOLA © 2025

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.