Hendri-hendri ba Wanema'ö Tome Moroi ba Zowatö (Pantun Penyambutan Tamu oleh Tuan Rumah)
Duhu no mananö dawuo, no mananö dawuo-sini,
ba lö fakhamö mogasi, no itörö si matua nangi,
atata mbulu oköli, ateu dalu gasigasi,
andrö wa lö sumangemi, ya'ami tome sangondrasi.[1]
Satu bait hendri-hendri (pantun) di atas menggambarkan makna sebagai berikut:
Dalam budaya Nias, pesta pernikahan adalah pesta yang paling sempurna menampilkan kekhasan budaya Nias. Oleh karena itu, terkadang pesta pernikahan di Nias berlangsung dengan waktu yang cukup lama, bisa seharian penuh, sehingga jangan heran bila pihak pengantin pria kadang pulang ke tempatnya menjelang malam, atau bahkan malam.
Salah satu, (ini hanya bagian kecil) mata acara yang dilaksanakan dalam pesta pernikahan di Nias adalah berbalas pantun, yang dilakukan dalam dua kelompok yaitu kelompok wanita (ibu-ibu) dan kelompok pria (bapak-bapak). Penutur, atau orang yang berpantun, diandaikan sangat ahli dan memahami makna pantun. Hal ini sangat berpengaruh dalam berbalas pantun. Biasanya, kalau balasan pantun salah, hal itu sangat memalukan.
Kita kembali ke makna pantun di atas. Sumange atau penghormatan pertama dalam suatu perjumpaan di Nias adalah afo (kapur sirih). Salah satu materinya adalah daun sirih.
Sesungguhnya, yang ingin disampaikan adalah permohonan maaf, karena sowatö (Tuan Rumah) tidak sanggup menghidangkan kapur sirih yang sempurna (andrö wa lö sumangemi, ya'ami tome sangondrasi) -- isi. Dalam isi pantun, disampaikan maksud sesungguhnya.
Apakah memang benar tidak ada sirih?
Dalam perjumpaan pihak pengantin laki-laki dan pengantin perempuan, pada umumnya yang dilakukan adalah: pihak yang satu mengagung-agungkan pihak yang lain, tetapi pihak yang lain itu menanggapinya dengan rendah hati. Oleh karena itu, menggambarkan keadaan dengan rendah hati adalah salah satunya dengan mengungkapkan tidak ada daun sirih.
Pantun yang dibawakan oleh kaum ibu berbeda notasi dan gaya tuturnya dengan pantun yang dibawakan oleh kaum bapak, meskipun isi pantun itu sama. Selain itu, berbeda-beda juga notasinya menurut daerah dan kebiasaannya.
Website AMAEDOLA.ID akan lebih banyak mengulas tentang Böwö Laraga, yang umum digunakan di daerah Nias Utara.

Tidak ada komentar: