Menguak Tirai Sandiwara: Makna Amaedola tentang Ketulusan Hati
Dalam khazanah kearifan lokal masyarakat Nias, peribahasa atau yang dikenal sebagai Amaedola, berfungsi sebagai cerminan nilai-nilai luhur dan panduan etika yang diwariskan turun-temurun. Setiap Amaedola mengandung kebijaksanaan mendalam yang bertujuan membentuk karakter individu agar senantiasa bijaksana dan bermoral. Salah satu Amaedola yang menyoroti aspek penting dalam interaksi sosial adalah:
"Ayada bua lawayö, simate bawogayö-gayö, ayada bua ladara, simate bawombaya-mbaya."
Peribahasa ini secara khusus ditujukan kepada mereka yang cenderung bersandiwara dalam hidup, atau individu yang menunjukkan karakter "lain di bibir, lain di hati." Ini adalah teguran halus namun tajam bagi orang-orang yang perkataannya tidak selaras dengan niat atau perasaannya yang sebenarnya. Amaedola ini menggambarkan kontras antara penampilan luar yang mungkin meyakinkan atau menyenangkan, dengan realitas batin yang penuh kepalsuan atau ketidakjujuran.
Dalam konteks budaya Nias, Amaedola sering digunakan untuk menegur perilaku yang tidak jujur atau tidak baik yang dilakukan oleh seseorang. Peribahasa ini berfungsi sebagai pengingat akan pentingnya integritas dan ketulusan dalam setiap tindakan dan ucapan. Masyarakat Nias menghargai kejujuran dan konsistensi antara perkataan dan perbuatan, dan Amaedola ini menjadi alat untuk menjaga norma tersebut.
Kearifan serupa juga ditemukan dalam Amaedola lain seperti: "Dua gahe gö'ö, otu gahe galifa. Sara zi no oroma, sara zi no toröi bakha". Atau "Hulö mate lea, no tokhai za'a." yang bermakna "Mulutnya mengiakan tapi hatinya masih dendam". Kedua Amaedola ini secara kolektif menegaskan bahwa masyarakat Nias sangat menjunjung tinggi kejujuran dan transparansi dalam hubungan antarmanusia, serta menolak segala bentuk kemunafikan.
Dengan demikian, Amaedola "Ayada bua lawayö, simate bawogayö-gayö, ayada bua ladara, simate bawombaya-mbaya" bukan sekadar untaian kata, melainkan sebuah cermin moral yang mengajak setiap individu untuk hidup dengan tulus, menghindari kepalsuan, dan senantiasa menjaga keselarasan antara hati dan lisan. Ini adalah salah satu pilar yang membentuk karakter masyarakat Nias agar selalu berpegang pada nilai-nilai kebenaran dan integritas.

Tidak ada komentar: